MAKALAH
PEMBAHARUAN
ISLAM MUHAMMADIYAH
“Karakter
Muhammadiyah”
Disusun
Untuk Memenuhi
Tugas
Mata Kuliah
Studi
Islam 2
Oleh
:
M. Abdulloh
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Pembaharuan Islam Muhammadiyah
“Karakter Muhammadiyah”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Studi
Islam 2.
Penyusunan
makalah ini dibuat atas bantuan dari berbagai pihak. Semoga amal kebaikannya
dapat diterima oleh Allah SWT. Amin. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk semua yang membacanya. Amin.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………… i
KATA PENGANTAR...…………….........…………………........... ii
DAFTAR ISI
……………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN
………………………………………………… 1
1.1.
Latar Belakang Masalah…….………………………………… 1
1.2.
Perumusan Masalah …………………………………………... 1
1.3.
Tujuan dan Kegunaan Makalah ……………………………….. 1
BAB
II PEMBAHASAN ……………………………………………… 2
2.1. Muhammadiyah Multi Wajah …….…..……………………… 2
2.2. Islam
Moderat…..……………………………………………... 6
2.3.
Kepribadian Muhammadiyah…………………………………… 9
BAB III PENUTUP ………………………………………………………… 13
3.1. Kesimpulan
……………………………………………………… 13
DAFTAR
PUSTAKA …………………………………………………………….. 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karakter Muhammadiyah. ”Muhammadiyah adalah gerakan yang menampilkan banyak wajah. Dari jauh
nampak doktriner. Tetapi dilihat dari dekat, kita menyadari ada sedikit
sistematisasi teologis. Apa yang ada di sana agaknya merupakan suatu susunan
ajaran moral yang diambil langsung dari Al-Qur’an dan Hadits. Nampak ekslusif
bila dipandang dari luar, tetapi sesungguhnya tampak terbuka bila berada di
dalamnya. Secara organisatoris nampak membebani, akan tetapi sebenarnya Muhammadiyah
merupakan suatu kumpulan individu yang sangat menghargai pengabdian pribadi.
Nampak sebagai organisasi yang sangat disiplin, akan tetapi sebenarnya tidak
ada alat pendisiplinan yang efektif selain kesadaran masing-masing. Nampak
agresif dan fanatik, akan tetapi sesungguhnya cara penyiarannya perlahan-lahan
dan toleran. Nampak anti-Jawa, akan tetapi sebenarnya dalam banyak hal
mewujudkan sifat baik orang Jawa..”
Latar belakang yang mewarnai dilahirnya
Kepribadian Muhammadiyah ialah masuknya pemikiran dan cara-cara politik dalam
mengolah dan menggerakkan Muhammadiyah setelah Masyumi di bubarkan dan orang-orang Muhammadiyah yang
berkecimpungan di partai politik islam tersebut kembali ke Muhammadiyah .
1.2. Perumusan Masalah
1.
Bagaimana
Muhammadiyah sebagai multi wajah ?
2.
Bagaimana
dan apa yang dimaksud Islam Moderat ?
3.
Bagaimana
Kepribadian Muhammadiyah ?
1.3. Tujuan dan Kegunaan Masalah
1.3.1
Tujuan Makalah
1.3.1.1.
Untuk mengetahuhi bagaimana muhammadiyah multi wajah
1.3.1.2.
Untuk mengetahui bagaimana Islam moderat
1.3.1.3.
Untuk mengetahui bagaimana kepribadian muhammadiyah
1.3.
2. Kegunaan Makalah
1.3.2.1. Hasil
makalah ini dapat dijadikan bahan masukan dan sumbangan pemikiran pembaca
tentang pembaruan islam muhammadiyah.
1.3.2.2 Dapat menambah referensi, khususnya bagi
pembaca.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1.
Muhammadiyah Multi Wajah
Muhammadiyah sejak berdirinya memiliki karakter (watak yang khas),
yamg membedakannya secara unik atau spesifik dari gerakan islam lainnya. Muhammadiyah
berbeda dari Sarekat Islam dan Persatuan Islam kendati sama-sama modernis.
Muhammadiyah berbeda dari Nahdlatul Ulama yang bermazhab dan berada dalam
kultur tradisional, kendati kini mulai mengalami kemajuan dalam hal tertentu
tidak jauh beda dengan Muhammadiyah, Muhammadiyah juga berbeda dari
gerakan-gerakan islam yang muncul pasca reformasi, yang bercorak ideologis dan
politis, kendati memiliki nasan ideologis dengan gerakan islam modernis. Watak
khas atau karakter Muhammadiyah yang berbeda, selain memiliki kesamaan, perlu
juga dibahas dan dikemukakan untuk semakin memahami gerakan islam yang
didirikan oleh Kyai Ahmad Dahlan tersebut.
Pembahasan mengenai
karakter Muhammadiyah yang membedakan dirinya dari gerakan-gerakan islam lain
tidak dimaksudkan untuk menonjolkan keunggulan Muhammadiyah seraya menempatkan
gerakan islam lain sebagai berada dibawah atau seolah tidak memiiki keunggulan.
Selain itu, penonjolan gerakan Muhammadiyah juga tidak dimaksudkan untuk
memperlebar jarak apalagi menambah ta’ashub (fanatic golongan) yang dapat
memecah-belah umat islam sebagai kesatuan ummah. Pengungkapkan tentang karakter
Muhammadiyah lebih dimaksudkan untuk membedakan ciri khas dari suatu organisasi
dibandingkan lainnya, yang tentu saja setiap gerakan islam memiliki ciri khas
masing-masing. Pemamaparan tentang karakter Muhammadiyah maupun yang hendak
mempelajari atau memahami gerakan islam ini agar memiliki pemahaman yang
dipandang lebih tepat atau mendekati tentang Muhammadiyah.
Bahwa kepentingan
islam dan kesatuan umat islam merupakan suatu yang harus ditempatkan setinggi
mungkin oleh setiap gerakan islam diindonesia maupun didunia muslim jelas tidak
terbantahkan. Demikian pula harapan agar setiap gerakan semakin memperpendek
perbedaan dan menyatukan sebanyak mungkin persatuan untuk kepentingan kejayaan
umat islam merupakan hal sangat penting dan tak terelakan. Namun kenyataan juga
tidak terbantahkan bahwa secara faktual historis dan sosiologis baik didunia
islam atau diindonesia umat islam itu terbagi-bagi kedalam berbagai golongan
dan organisasi pergerakan. Hal itu tidak menjadi kendala untuk membangun ukuwah
atau persatuan dan kemajuan umat islam, sejauh semua gerakan islam tetap
memelihara dan memperbesar kesadaran yang penting dan strategis. Kesamaan dan
perbedaan dapat menjadi kekayaan dalam gerakan islam, yang paling penting
semakin ditingkatkan berbagai iktiar untuk kian mendekatkan kesamman dan
memperpendek perbedaan atau setidak-tidaknya memahami dan memupuk toleransi
atas segala perbedaan sebagai rahmat bagi umat islam. Umat islam tidak mungkin
berbeda dalam satuataan wadah dan satu warna, sehinggaa kennyataan sejarah dan
sosiologis menjadi suatu fakta bahwa satu islam banyak warna.
MUHAMMADIYAH MULTI WAJAH
Jika dinyatakan
bahwa kelahiran Muhammadiyah di Indonesia pada awal abad ke-20 tidak lepas dari
matarantai gerakan pemberharu di dunia islam sebelumnya, timbul pertanyaan
adalah perbedaan Muhammadiyah dari gerakan-gerakan isalam yang disebutkan itu,
selain persamaannya? Muhammadiyah sering ditampilkan dalam banyak corak atau
wajah. Kadang ditampilkan corak “pemurnannya” sering dipertautkan dengan Ibn
Tamiyah dan Muhammad bin Abdil Wahhab, bahkan sering disamakan dengan Wahhabi
yang keras dan aku dalam memberantas “TBC” (tahayul, bid’ahdan kharuat juga
syirik). Di lain sisi ditampilkan wajah pemberharuannya, sehingga sering
dipertautkan dengan pemikiran Muhammad abduh, bahkan di sebagian masyarakat
Indonesia kadang disebut sebagai “pembawa ajaran baru”. Dari sisi persamaan dan
perbedaan Muhammadiyah dengan gerakan pemberharu islam lainnya maka tampak
karakter tertentu dari Muhammadiyah sebagai gerakan islam.
Di sinlah banyak
“wajah” yang ditampilkan Muhammadiyah, sehingga Nakamura (1983: 226) membarikan
penggambaran mengenai Muhammadiyah sebagai berikut: “Muhammadiyah adalah
gerakan yang menampilkan banyak wajah. Dari jauh Nampak doktriner. Tetapi
dilihat dari dekat, kita menyadari ada sedikit sistematis teologis. Apa yang
ada disana agaknya merupakan suatu susunan ajaran moral yang diambil dari
Al-Quran dan Hadist.nampak esklusif bila dipandang dari luar, tetapi
sesungguhnya nampak terbuka bila berada didalamnya. Secara organisatoris nampak
membebani, akan tetapi sebenarnya Muhammadiyah merupakan suatu kumpulan
individu yang sangat menghargai pengabdian pribadi. Nampak sebagai orgaisasi
yang sangat disiplin, akan tetapi tidak ada alat pendisiplinan yang efektif
selain kesadaran masing-masing. Nampak agresif dan fanatic, akan tetapi
sesungguhnya cara penyiarannya
perlahan-lahan dan toleran. Dan akhirnya tetapi yang paling
penting,nsmpsk snit jawa,akan tetapi sebenarnya dalam banyak hal mewujudkan
sifat baik orang jawa.barang kali kita bias mengatakannya disini, kita mempunyai
satu kasus dari agama universal seperti islam yang menjadi tradisi agama yang
hidup di lingkungan jawa”
Dari sosok
pendirinya. Kiay Ahmad Dahlan memang sering dipertautkan dengan
pemikiran-pemikiran pemberharu sebagaimana disebutkan di atas dan hal itu wajar
adanya karena sedikit atau banyak pengaruh pemikiran itu memang tidak dapat
dihindari. Namun terdpat pula kekhususan
yang membedakan Kiay Dahlan dengan pemikiran-pemikiran dunia islam tersebut,
disamping kesamaannya. Menurut Djawari Hadikusuma (t.t: 69), menilik segala
tindakan dan amalan yang dikerjakan K.H.A. Dahlan denagan Muhammadiyahnya
ternyata bahwa pwndiri Muhammadiyah itu telah memilihjalan yang ditempuh oleh
Muhamasd “Abduh”. Mukti Ali (1990: 330), juga melihat sejumlah kesamaan
pemikiran Kiay Dalhan dengan Abduh, sebagaimana dengan Ahmad Khan, yakni dalam
hal pembentukan masyarakat dengan mengislamkan aspek-aspek aspek yang belum
islam, menekankan dalam aspek social-kemasyarakatan dan bukan politik, menerima
system barat dalam pendidikan dan social, hanua saja bedanya Dahlan juga
melakukan pendidikan dan membuka gerakan untuk kaum perempuan yang tidak
dilakukan Muhammad Abduh maupun Ahmad Khan.
Ciri kuat dari
pemikiran ketiganya (Dahlan, Abdhuh, dan Khan) ialah reformasi atau
moderenisasi islam, yakni pembaharuan dengan mengedepankan nilai-nilai ajaran
islam untuk mewujudkan ke dalam kehidupan modern. Kendati mendapat catatan,
bahwa dari segi pemikiran teologis, Dahlan dan Abduh terdapat beberapa
perbedaan, bahwaDahlan lebih condong kedalam paham jabariyah sedangkan Abduh ke
qomariah. Dahlan dengan Muhammadiyah lebih ke literalisme “moderat” sedangkan
Abduh ke “metamorfosisme” (Lubis, 1993: 183), suatu temuan atau analisis yang
masih dapat diperdebatkan. Djazam Al-Kindi (1990: 323) bahkan mengembangkan
tesis lain, bahwa Dahlan berbeda dengan tokoh-tokoh pemberharu lainnya di dunia
muslim itu, yakni “kekhasan Ahmad Dahlan judtru terletak pada kearifannya untuk
melihat agama pada aspek praktikannya sampai kedetail, dan tidak pada
interpretasiteoritik yang tidak siap intuk menjadipedoman atau petunjuk bagi
seseorang untuk beramal”.
Muhammadiyah juga sering disebut
sebagai gerakan salaf (Abubakar Ajeh:
loc.cit), yang melakukan pemurnian
aqidah sebagaimana praktik zaman nabi dan generasi sebelumnya (Sahabat,
Tabi’in, dan Tabi’in tabi’in) yang shalih (salaf
al-salih). Dari swig aqidah
Muhammadiyah memang menganut Salafiyah, sebagaimana pernyataan Tatjih (t.t.:
11), bahwa Muhammadiyah menjelaskan pokok-pokok kepercayaan yang benar dengan
merujuk pada kalangan umat terdahulu yang selamat (al-firqat, al-najat min al-salaf). Gerakan ini ingin mengembalikan
islamm pada ajaran yang murni, yang tidak tercampur oleh tradisi atau ajaran
dari luar, sebagaimana berlaku di zaman nabi dan generasi salaf yang salihin.
Namun dibandingkan dengan gerakan-gerakansalafiyah yang lain Muhammadiyah
menunjukan karakter yang “Moderat” sehingga dimasukan kedalam katagori “
Salafiyyah Watsathiyyah”, yakni salafiyyah “modernis” yang cenderung
ditengah-tengah, yang berbedadengan salafi yang radikal, serta berbeda pula
dengan Salafiyah Muhammad bin Abdil Wahab dan Rasyid Ridha yang keras dan kaku
(Azara, 2005: 12).
Muhammadiyah juga
secara popular dikenal sebagai gerakan islam modern atau modernism islam.
Predikat modern, modernis atau moderenisme melekat atau dilekatkan pada
Muhammadiyah,yang sering dibedakan secara tajam dengan organisasi islam
“tradisional” Nahdatul Ulama (Dalier Noer, 1996; Alfian :1989). kendati
demikian, terdapat perbedaan karakter gerakannya dibandingkan dengan islam
modernis lainnya seperti Persatuan Ialam (persis).menurut Daniel Noer (op.cit. hal :302). Muhammadiyah sebagai
sama-sama gerakan islam modern merupakan organisasi yang bersifat toleran,
sedangkan Persatuan Islam bersifat keras dan nampaknya anti golongan
kebangsaan. Robert W Hafier (2001: 189) bahkan mengkatagorisasikan Persatuan
Islam mirip dengan Ikhuwanul Muslimin di Mesir dan Jama’at-ii-islam di
Pakistan.alfian (1989: 5) menunjuk Muhammadiyah sebagai gerakan keagamaanyang
reformis (religious reformist),selain
sebagai agen perubahan (agen of social
change) dan kekuatan moral politik (political
force) yang menjalankan politik kebangsaan. Muhammadiyah menurut Geerts
menaruh perhatian pda masalah-masalah politik serta mengajukan kerjasama denan
pemerintah (Geerts, 1983: 1988)
Dari banyak
rujukan mengenai gambaran Muhammadiyah masa awal itu akan nampak sekali
karakter reformis, modernis, dan moderat dari gerakan Muhammadiyah yang
didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan itu.kendati secara akidah tetep berpegang
pada prinsip pemurnian (tandhif al-aqidat
al-islamiyyah) dalam tema besar “kembali pasa Al-Quran dan As Sunnah Nabi”
(al-ruju ila al-quran wa al-sunnah).
Namun format dan alulturasi gerakannya sangat khas karena menunjukan eksistensi
yang kokoh tetapi moderat,islam murni tetapi berkemajuan, dan melahirkan
amalan-amalan social yang terlembaga. Karakter itu tumbuh dari watak utama
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid
filislam, yakni sebagai gerakan pemberharu islam.
2.2.
Islam Moderat
Islam
moderat sebenarnya memiliki rujukan pada sifat umat islam sebagaimana tersurat
dalam Al Quran sebagai “muqtashid” (orang yang moderat) yang mengandung makna
di tengah-tengah, seimbang, menjadi petunjuk, istiqomah, adil dan mudah. Islam
moderat merupakan cerminan dari corak “ummat wasatha” yang menjadi ciri dari
kualitas dan sosok “Khaira Ummah” sebagaimana termaktub dalam Al-Quran Surat
Ali Imran 110.
Muhammadiyah
tampak wajah moderatnya yang modernis ketika memilih gerakan amaliah sebagai
ideology sosial dalam gerakannya. Kyai Dahlan dan Muhammadiyah generasi awal
tidak terlibat dalam wacana perdebatan teologis dalam gerakan pembaruannya.
Dalam pemikiran boleh jadi Ahmad Dahlam tidah kaya pemikiran seperti Ibn
Taimiyah dan Muhammad Abduh, meskipun gagasan-gasgasan dasar pemikirannya tetap
kuat dan bersifat terobosan. Namun dalam pembaruan amaliah, Kyai Dahlan dan
Muhammadiyah justru melampau kedua pembaru dunia islam tersebut sebagaimana
diakui oleh Mukti Ali dan Nurcholis Madjid. Mukti Ali bahkan menyatakan dalam
pembaruan amaliah termasuk dalam melahirkan pembaruan memperkenalkan gerakan
perempuan Islam justru pendiri Muhammadiyah unggul ketimbang Abduh dan lainnya.
Sedangkan menurut Nurcholis, pembaruan ini telah menjadi kisah sukses bukan
hanya di Indonesia tetapi Islam di dunia internasionaldan hal itu sangat
penting karena Islam memperoleh model eksistensinya pada amal. Gerakan amaliah
kemasyarakatan itulah yang menjadi ciri atau karakter ideology pembaruan
Muhammadiyah yang bersifat memberdayakan dan membebaskan. Disinilah watak
modernis sekaligus moderat Muhammadiyah, yang menampilkan pembaruan Islam dalam
bentuk pranata sosial baru berbagai ideology sosial Islam yang bersifat
transformative, yakni Islam yang menghadirkan perubahan kearah kemajuan.
Muhammadiyah
kendati mengembangkan tajdid, ijtihad, dan pemikirannya yang dinamis tetapi
tetap memelihara pemurnian, kendati konsep pemurnian dapat diperdebatkan dalam
wacana keislaman. Dalam dinamika gerakan islam yang serba ekstrem itu tampak
sekali posisi dan watak moderat Muhammadiyah sebagai gerakan reformis atau
modernis atau pembaruan. Karena itu watak moderat yang progesif, sehingga dapat
dikatakan sebagai gerakan yang moderat-progresif atau progresif-moderat.
Dalam
gerakannya, Muhammadiyah juga lebih menonjolkan orientasi Islam yang bergerak
dalam dakwah amaliah kemasyarakatan dan tidak berorientasi pada kekuasaan
politik sebagaimana gerakan-gerakan Islam ideologis era sekarang ini. Orientasi
pada dakwah kemasyarakatan sejalan dengan tujuan mewujudkan “kehidupan
sepanjang kemauan ajaran Islam” sebagaimana tujuan Muhammadiyah generasi awal
atau di kemudian hari drumuskan dalam tujuan mewujudkan “masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya”. Memilih orientasi gerak pada pembentukan masyarakat dan tidak
bergerak dalam lapangan kekuasaan politik kenegaraan bahkan pernah
diperdebatkan Antara Agus Salim dan Kyai Dahlan tahun 1918, yang akhirnya Kyai
Dahlan tidak mengikuti saran Agus Salim untuk menjadikan Muhammadiyah sebagai
gerakan politik mengikuti pendapat Agus Salim.
Muhammadiyah
mengambil posisi modernis, reformis, dan moderat dalam membangun masyarakat
Islam dan tidak membangun masyarakat Islam dan tidak membangun Negara Islam
tampak disadari sejak awal dan ditanfidzkan atau diformalisasi oleh Muhammadiyah
periode selanjutnya dalam perjalanan gerakan Islam ini. Posisi ini tampaknya
bukan jalan pelarian dari gerakan Islam ini karena ketidakmampuan atau
ketersisihan dari dunia politik kala itu, sebab pada masa penjajahan
Muhammadiyah menyadari betul posisinya dalam negara atau pemerintahan colonial
maupun pada masa setelah Indonesia merdeka dan memiliki pemerintahan sendiri.
Pada masa awal Kyai Dahlan dan Muhammadiyah bekerjasama dengan pergerakan
Sarekat Islam. Pada masa setelah kemerdekaan meskipun menjadi Anggota Istimewa
Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia sejak tahun 1945 hingga partai Islam
modernis ini dibubarkan tahun 1962, Muhammadiyah tetap tidak memilih menjadi
partai politik atau menghimpitkan secara langsung dengan partai politik. Demikian
pula ketika masa transisi dalam awal rezim Orde Baru Muhammadiyah menolak
tawaran Pejabat Presiden Soeharto agar menjadi partai politik sendiri daripada
menghidupkan kembali Masyumi. Semua itu menunjukkan pilihan sadar dari
Muhammadiyah secara factual istiqomah dalam gerakan lapangan kemasyarakatan dan
tidak dalam pergerakan politik
kenegaraan apalagi membentuk negara Islam.
Posisi dan
pilihan Muhammadiyah untuk tidak membentuk negara Islam dan lebih terfokus pada
cita-cita membangun masyarakat Islam secara tidak langsung tetapi tampak jelas
terkandung pada butir kelima Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
sebagai konsep ideology yang dirumuskan tahun 1968-1969. Dalam MKCH
Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat
karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan,
kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia yang berfilsafat Pancasila,
untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil makmur dan
diridhoi Allah SWT :”BALDATUN THAYYIBATUN WA RABBUN GHAFUR” (PP Muhammadiyah,
2009:52). Dalam Kepribadian Muhammadiyah pada sifat kesembilan juga dinyatakan
sebagai berikut: “membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain
dalam memelihara dan membangun Negara mencapaibmasyarakat adil makmur yang
diridlai Allah,(10) Bersifat adil serta korektif ke dalam dan ke luar dengan
bijaksana (PP Muhammadiyah, 2009:45.
Sikap dasar
Muhammadiyah sebagaimana terkandung dalam Kepribadian Muhammadiyah dan MKCH
Muhammadiyah tersebut menunjukkan pilihan sadar Muhammadiyah untuk tetap
memilih Negara Republik Indonesia yang berfalsafah Pancasila sebagai pilihan
berbangsa dan bernegara. Muhammadiyah tidak memilih dan memperjuangkan format
Negara Islam di Negara Republik Indonesia. Muhammadiyah berjuang untuk
“menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat
Islam yang sebenar-benarmya” di Negara Republik Indonesia dan menjadikan
Indonesia sebagai “baldhataun thayyibatun wa rabbun ghafur” sebagaimana
idealism atau ideology gerakan Muhammadiyah. Dari pandangan dan pilihan gerakan
Muhammadiyah tersebut tampak orientasi Muhammadiyah yang menempatkan masyarakat
jauh diatas negara, tetapi sekaligus sikap proaktif gerakan Islam ini untuk
membangun negara yakni Negara Republik Indonesia yang berfalsafah dasar
Pancasila untuk menjadi negara yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan
berdaulat atau menjadi negara yang utama sebagaimana pesan cita-cita ideal
”baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”.
Disinilah sikap
moderat Muhammadiyah. Sikap moderat
Muhammadiyah juga bukan berarti plin-plan dan pragmatis, karena jika menyangkut
prinsip akidah dan ibadah atau sesuatu yang fundamental tetap kokoh.
Karakter moderat atau tengahan Muhammadiyah tidak bersifat politik,
yakni sekedar ingin berbeda dari yang lain. Juga bukan karena mengambil sikap
aman dari resiko dalam pemikiran maupun aksi. Sikap dan pilihan moderat
Muhammadiyah itu memiliki rujukan pada “teologi khaira ummah” atau “ummatan
wasatha” dan secara kesejarahan terlahir dalam kultur gerakan yang memang
tengahan atau moderat sebagaimana ditampilkan oleh Muhammadiyah generasi awal
di masa Kyai Dahlan.
2.3.
Kepribadian Muhammadiyah
Pengertian Keperibadian Muhammadiyah
Kepribadian
adalah nilai-nilai karakteristik, watak sikap dan sifat serta keyakinan dan
cita-cita hidup dari seseorang atau suatu persyarikatan. Jadi, dengan kepribadian
muhammadiyah kita dapat mengenal nilai karakteristiknya, watak dan sikapnya,
sifat-sifatnya, serta keyakinan dan cita-citanya.
Karakter umat tengahan atau moderat secara khusus dapat dirujuk pada
kepribadian Muhammadiyah. Sepuluh sifat yang menjadi ciri Kepribadian
Muhammadiyah tersebut ialah sebagai berikut :
1. Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan
2. Memperbanyak kawan dan mengamalkan Ukhuwah Islamiyah
3. lapang dada ,luas pandangan ,dengan memegang teguh ajaran
Islam
4. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan
5. Mengindahkan segala hukum,undang-undang ,peraturan ,serta dasar dan
falsafah negara yang sah
6. Amar ma’ruf nahi munkar ishlah dan pembangunan ,sesuai ajaran islam
7. kerjasama dengan dorongan islam manapun juga dalam usaha
menyinarkan dan mengamalkan agama islam serta membela kepentingannya,
8. membantu memerintah serta
bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun negara mencapai
masyarakat adil dan makmur yang diridhoi
Alloh ,dan
9.
bersifat
adil serta korektif kedalam dan keluar dengan bijaksana.
Latar belakang yang
mewarnai dilahirnya Kepribadian Muhammadiyah ialah masuknya pemikiran dan cara-cara
politik dalam mengolah dan menggerakkan Muhammadiyah setelah Masyumi di bubarkan dan orang-orang Muhammadiyah yang
berkecimpungan di partai politik islam tersebut kembali ke Muhammadiyah .
Agar cara politik dan ala
partai politik itu tidak merusak nada dan irama gerak Muhammadiyah, maka diperlukan
bingkai yang menuntut dan menjadi acuhan bagaimana warga Muhammadiyah
menggerakkan organisasi ini dengan Muhammadiyah
bukan cara partai atau cara politik. Cara Muhammadiyah itu bertumpu pada
Kepribadian Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam yang menempuh jalan pembentukan
masyarakat itu,melalui sepuluh sifat yang terkandung di dalamnya ,merupakan
penegasan tentang jatidiri sebagai Gerakan islam yang menempuh cara dakwah
islam al-amr bi al-ma’ruf ma al-nahy’an-munkar,yang tidak menempuh cara dan
jalan politik.cara-cara politik itu antara lain mengejar dan merebut
jabatan,saling menjatuhkan,saling memfitnah,selalu berkonfrontasi,melakukan
politik belah bambu dan praktik politik uang.selain itu , di perlukan penghayatan,pemahaman,dan pengalaman yang
mendalam mengenai watak gerakan Muhammadiyah sebagaimana kelahirannya.memahami
kepribadian Muhammadiyah dan pedoman hidup Islami warga Muhammadiyah perlu di lakukan
oleh seluruh anggota.Upaya untuk mengikat anggota Muhammadiyah kedalam nilai-nilai
mendasar yang menjadi acuhan bagi prilaku sehari-hari penting untuk di mantapkan khususnya melalui
pedoman hidup islami warga Muhammadiyah (PHIWM ) Hasil Muktamar ke 44 tahun
2000 di Jakarta . PHIWM” adalah seperangkat nilai dan norma islam yang
bersumber pada al-quran dan sunnah untuk menjadi pola bagi tingkah lakun warga
Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan sehari-hari sehingga tercermin
kepribadian Islam menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Hal yang penting dari
pemahaman tentang karakter gerakan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam ialah
menampilkan islam yang berpijak secara benar dalam otentisitas Al-quran dan
Sunnah Nabi yang maqbulah dengan mengembangkan penggunaan akal pikiran yang
sesuai jiwa ajaran islam.Islam yang otentik berdasar pada sumber ajaran yang murni dikembangkan dengan ijtihad dan
penggunaan akal pikiran sesuai dengan manhaj islam dalam Muhammadiyah .
Muhammadiyah dalam
mewujudkan islam menempuh langkah dakwah dalam kehidupan pribadi,keluarga ,dan
masyarakat dengan menggunakan cara – cara dan prinsip dakwah sebagaimana
mestinya sesuai dengan tingkat perkembangan dan alam pikiran
masyarakat.Muhammadiyah dalam gerakannya menampuilkan idiologi garakan yang
bersifat pembaharuan dalam bentuk pelembagaan amal shaleh dalam bentuk amal
sosial kemasyarakatan yang memperdayakan, membebaskan, dan mencerahkan
kehidupan masyarakat. Muhammadiyah dalam bersikap mengedepankan prinsip-prinsip
Islam yang Wasithiyyah ( tengahan ) seperti kebaikan ,keadilan
,toleransi,perdamaian,keseimbangan ,hikmah ,dan langkah-langkah yang
mengedepankan kemaslahatan sehingga islam tampil sebagai risalah rahmatan
Lil-‘alamin dalam kehidupan sepanjang zaman.
Dari uraian di atas maka terdapat karakter yang menjadi ciri khas
Muhammadiyah, yakni:
1.
Kembali
pada al-quran dan as-Sunnah bukan sekedar melakukan pemurnian ajaran tetapi
sekaligus pembaharuan untuk menghadirkan islam yang otentik dan berkemajuan di
tengah tantangan zaman.
2.
Menunjukan
sikap Wasithiyyah ( tengahan ) dan tidak
ghulul ( ekstrem) dalam beragama dengan tetap istiqamah pada prinsip-prinsip
islam yang bersumber pada Al-quran dan Sunnah Nabi yang Shahihah/maqbulah serta
mengembangkan akal-pikiran yang sesuai dengan jiwa ajaran Islam
3.
Memandang
Islam sebagai agama yang berkemajuan ( din al-hadlarah ) dan mengandung satu
kesatuan ajaran yang utuh menyangkut aspek –aspek aqidah,ibadah,akhlak ,dan
mu’amalat-dunyawiyah ,tanpa memandang satu aspek lebih penting dari yang
lainnya serta mewujudkannya dalam kehidupan pribadi,keluarga,dan masyarakat
melalui proses dakwah yang terus menerus
4.
Pandangan
tentang pembaharuan cenderung seimbang antara permurnian (
purifikasi,tajrid,tandhif) dan pengembangan ( dinamisasi,tajdid.ishlah )
sehingga tidak bersifat ekstrem tetapi tetap progresif atau berorientasi pada
kemajuan
5.
Ideologi
gerakan Muhammadiyah lebih berwatak reformisme atau modernisme Islam yang
mengedepankan penerapan nilai-nilai dari prinsip Islam dalam kehidupan dan
lebih berorientasi pada pembentukan masyarakat Islam
6.
Menampilkan
corak Islam yang mengedepankan amaliah yang terlembaga dan terorganisasi
sebagai perwujudan dari keyakinan dan pemahaman Islam dalam Muhammadiyah
7.
Perjuangan
Muhammadiyah lebih memilih jalan dakwah sebagai organisasi kemasyarakatan dan
tidak menempuh jalur politik-praktis di ranah perjuangan kekuasaan negara
sebagaimana partai politik ,dengan tetap menjalankan peran-peran kebangsaan
untuk mewujudkan cita-cita Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur
8.
Dalam
memposisikan diri di hadapan negara /pemerintah senantiasa mengembangkan sikap
amar-ma’ruf nahi-munkar dalam makna memberikan dukunganpada kebijakan-kebijakan
yang di pandang tidak baik secara bijaksana
9.
Menerima
negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasiula dan UUD tahun 1045 sebagai
negara-bangsa ( nations-state) yang sah sejalan dengan cita-cita Baldatub
Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur
10.
Sejalan
dengan kpribadian Muhammadiyah dalam memperjuangkan sesuatu lebih mengedepankan
sikap toleran,demokratis,damai,cerdas,bekerjasama dengan golongan manapun untuk
kebaikan ,kuat dalam prinsip tetapi luwes dalam cara ,dan menjauhi konfrontasi
apalagi kekerasan ,serta
11. Bergarak melalui sistem organisasi ( persyarikatan ) dan tidak
bersifat perorangan dengan menjujungi tinggi semangat kolektif-kolegial
,demokratis,musyawarah,dan ukhuwah .
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Muhammadiyah sering ditampilkan dalam banyak corak atau wajah.
Kadang ditampilkan corak “pemurnannya” sering dipertautkan dengan Ibn Tamiyah
dan Muhammad bin Abdil Wahhab, bahkan sering disamakan dengan Wahhabi yang
keras dan aku dalam memberantas “TBC” (tahayul, bid’ahdan kharuat juga syirik).
Di lain sisi ditampilkan wajah pemberharuannya, sehingga sering dipertautkan
dengan pemikiran Muhammad abduh, bahkan di sebagian masyarakat Indonesia kadang
disebut sebagai “pembawa ajaran baru”. Dari sisi persamaan dan perbedaan
Muhammadiyah dengan gerakan pemberharu islam lainnya maka tampak karakter
tertentu dari Muhammadiyah sebagai gerakan islam.
Karakter moderat atau tengahan Muhammadiyah tidak bersifat politik,
yakni sekedar ingin berbeda dari yang lain. Juga bukan karena mengambil sikap
aman dari resiko dalam pemikiran maupun aksi. Sikap dan pilihan moderat
Muhammadiyah itu memiliki rujukan pada “teologi khaira ummah” atau “ummatan
wasatha” dan secara kesejarahan terlahir dalam kultur gerakan yang memang
tengahan atau moderat sebagaimana ditampilkan oleh Muhammadiyah generasi awal
di masa Kyai Dahlan.
Kepribadian
adalah nilai-nilai karakteristik, watak sikap dan sifat serta keyakinan dan
cita-cita hidup dari seseorang atau suatu persyarikatan. Jadi, dengan
kepribadian muhammadiyah kita dapat mengenal nilai karakteristiknya, watak dan
sikapnya, sifat-sifatnya, serta keyakinan dan cita-citanya.
DAFTAR PUSTAKA
Haedar Nashir, Muhammadiyah
Gerakan Pembaruan, Suara Muhammadiyah, Yogyakarta, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar